Lompat ke isi

Masyarakat terbuka

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Masyarakat terbuka adalah masyarakat yang memiliki sikap keterbukaan terhadap masyarakat lain yang memiliki perbedaan dalam hal-hal tertentu yang penting dalam kehidupan masyarakat.

Penggunaan istilah

[sunting | sunting sumber]

Istilah "masyarakat terbuka" diciptakan oleh filsuf asal Prancis yaitu Henri Bergson pada tahun 1932. Dalam bahasa Prancis, istilahnya adalah société ouverte.[1][2] Masyarakat terbuka menurut Bergson bersifat dinamis dan cenderung universalisme moral.[3] Di sisi lain, Bergson menggambarkan masyarakat tertutup sebagai sistem hukum atau agama yang tertutup. Secara statis, seperti pikiran tertutup.[3] Bergson berpendapat bahwa jika semua jejak peradaban menghilang, naluri masyarakat tertutup untuk memasukkan atau mengecualikan orang lain akan tetap ada.[4]

Kriteria evaluasi

[sunting | sunting sumber]

Filsuf Inggris yang bernama Karl Popper mengembangkan konsep masyarakat terbuka lebih lanjut selama Perang Dunia II.[5][6] Popper melihat masyarakat terbuka sebagai bagian dari kontinum sejarah yang menjangkau dari masyarakat organik, kesukuan, atau tertutup, melalui masyarakat terbuka (ditandai dengan sikap kritis terhadap tradisi) hingga masyarakat abstrak atau depersonalisasi yang tidak memiliki semua transaksi interaksi tatap muka.[7] Pada tahun 1945, Karl Popper menetapkan kriteria evaluasi atas perbandingan antara masyarakat terbuka dan masyarakat tertutup.[8]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ • Henri Bergson ([1932] 1937). Les Deux Sources de la morale et de la religion, ch. I, pp. 1–103 and ch. IV, pp. 287–343. Félix Alcan.
    • Translated as ([1935] 1977), The Two Sources of Morality and Religion Internet Archive (left or right arrow buttons select succeeding pages), pp. 18–27, 45–65, 229–34., trs., R. A. Audra and C. Brereton, with assistance of W. H. Carter. Macmillan press, Notre Dame.
  2. ^ Leszek Kołakowski, Modernity on Endless Trial (1997), p. 162
  3. ^ a b Thomas Mautner (2005), 2nd ed. The Penguin Dictionary of Philosophy ["Open society" entry], p. 443.
  4. ^ Henri Bergson, The Two Sources of Morality and Religion, Macmillan, 1935, pp. 20–21.
  5. ^ K. R. Popper, The Open Society and Its Enemies, 2 vols. ([1945] 1966), 5th ed.
  6. ^ A. N. Wilson, Our Times (2008), pp. 17–18
  7. '^ K. R. Popper, The Open Society and Its Enemies, Volume One (1945), 1 and 174–75.
  8. ^ Tol, R., Dijk, K. v., dan Acciaoli, G., ed. (2009). "Pendahuluan". Kuasa dan Usaha di Masyarakat Sulawesi Selatan [Authority and enterprise among the peoples of South Sulawesi]. Diterjemahkan oleh Tim Penerjemah Ininnawa. Makassar dan Jakarta: Penerbit Ininnawa dan KITLV Jakarta. ISBN 978-979-98499-7-7. 

Bacaan tambahan

[sunting | sunting sumber]
  • R. B. Levinson, In Defence of Plato (1953)
  • Liberalism as threat to the open society: Charles Arthur Willard. Liberalism and the Problem of Knowledge: A New Rhetoric for Modern Democracy, University of Chicago Press, 1996.

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]